Rabu, 02 April 2014

CERPEN MOTIVASI KARYA LAILA REINA

bismillahirrohmanirrohim
ingin jadi penulis

pak guru berdiri di depan kelas, beliau selesai menuliskan sepuluh pertanyaan mata pelajaran IPA di kelas 5, aku sudah paling awal menyelesaikan menulis soal, entah kenapa aku selalu menulis dengan cepat, sehingga tulisanku tampak jelek dan awut-awutan, begitu selesai mengerjakan semua pertanyaan tersebut segera kututup bukuku dengan semangat, ada pekerjaan lain yang harus segera kuselesaikan, berlagak seperti orang dewasa. dengan teman sebangku yang memiliki hobi yang kurang lebih sama, aku mengeluarkan beberapa lembar kertas sobekan buku tulis kosong yang masih utuh, kupotong menjadi beberapa bagian dan ku staples agar tampak seperti buku, memang aku berfikir membuat buku kecil-kecil dari buku bekas yang masih kosong sisa tahun ajaran yang lalu di kelas empat.
kemarin aku baru saja mengulang menonton VCD film kartun yang digemari anak-anak,judulnya sangat familiar, Cinderella. Entah darimana pula aku tiba-tiba mendapat wangsit untuk menulis ulang cerita dari film tersebut, dengan harapan teman-teman sekelas akan melihat dan membaca cerpenku, kemudian aku bisa berbangga diri karena sukses menulis sebuah cerpen yang bagus, tanpa kutahu ketika aku dewasa nanti hal-hal yang bersangkutan dengan meniru bisa saja disebut plagiat, meski bagaimanapun ternyata kita belajar dengan meniru, semasa kecil aku tidak berfikir sampai disana, yang kuinginkan aku hanya tampak hebat diantara teman-teman lain yang mungkin tidak bisa menulis cerpen, lagipula, belum banyak anak-anak pada masaku yang suka melakukan hal sama sepertiku atau teman sebangkuku.
buku kecil yang berasal dari daur ulang buku bekasku tersebut kutempel dengan gambar seorang putri cantik dari mainan baby doll kertas yang sudah sedikit lusuh, dalam sehari buku yang berisi beberapa lembar cerita yang sangat ringkas itu sudah keliling kelas dan hampir semua teman perempuan membacanya, aku sengaja tidak mengizinkan teman laki-laki membaca tulisanku karena mereka memiliki kebiasaan meledek apapun karya orang lain, dan hampir sebagian besar atau-rata-rata mereka semua sama, karena keberhasilan hari itu, aku semakin rajin mencari buku bekas kelas empat untuk dijadikan buku cerpen kecil dan kuedarkan keseluruh anak perempuan di kelas, selain menulis ulang cerita yang kutonton, terkadang aku menulis ulang cerita yang pernah kubaca di majalah atau dikoran, semakin hari aku kemudian menulis ceritaku sendiri, cerita anak-anak yang klise dan polos, masih dengan buku-buku kecil.
ketika naik kelas VI sekolah dasar, aku memiliki seorang adik sehingga sejak saat itu aku memiliki kamar sendiri pula, aku menjadi anak goa, waktuku sering kuhabiskan dikamar yang terkunci untuk berkhayal dan menulis, dan kemudian aku mulai menabung untuk membeli buku diary, di kelas VI aku mulai menulis puisi, aku membeli sebuah buku agenda pramuka siaga, yang kugunakan untuk menampung puisi-puisi generasi pertamaku, entah kemana buku itu sekarang berada.


kebiasaan tersebut berlanjut hingga ke SMP, aku mulai menulis di buku yang benar-benar buku, bukan buku bekas yang kupotong kemudian ku staples, ini benar-benar buku seperti yang kugunakan untuk menulis pelajaran sekolah, satu-persatu buku dengan tulisan tanganku terbit dan beredar, sembari menulis aku mulai merapikan bentuk tulisanku agar enak dibaca, aku serasa menjadi penerbit dan distributor untuk karya-karyaku sendiri, di SMP aku mulai berani menempelkan puisi-puisiku di mading sekolah, dibaca orang banyak, sekalipun begitu aku memiliki ketakutan luar biasa yaitu diledek, aku selalu khawatir karyaku akan diledek orang lain, dan hal tersebut terjadi setiap kali tanganku selesai menempelkan kertas milikku sendiri di mading, sampai suatu hari, seorang yang entah tidak kuketahui mengisengi karyaku hingga tampak memalukan nangkring di mading sekolah, aku benar-benar malu ketika itu, segera ku lepas puisiku dari mading. karena kesal dan benci pada pekerjaan sia-sia orang ini, di hari-hari selanjutnya aku semakin gencar menulis dan menempelkan karyaku di mading, bahkan aku juga mulai menulis kritikan-kritikan pedas untuk orang-orang yang sentiment terhadap karya orang lain, sejak saat itu aku sama sekali tidak takut untuk diledek, aku selalu bisa membela diri dengan argumenku tentang apa yang kutulis dan kupublikasikan.
lulus dari SMP dan masuk ke SMA, aku mulai memperhatikan film-film action amerika dan fiksi sains, semacam cloning dan membuat virus-virus baru, juga tentang pembunuhan dan lain sebagainya, ketika masa liburan, seringkali aku begadang hingga subuh untuk menonton film di televisi, sekalipun itu bukan kebiasaan yang baik, bahkan seringkali ketika sedang asyik-asyiknya nonton ayahku terbangun dan dengan santainya beliau mencabut kabel televisi tanpa mematikannya terlebih dahulu, meskipun ada perasaan kesal namun aku tak berani melawan, aku harus segera melarikan diri ke kamar dan sembunyi dibalik selimut, beruntungnya hal terseut tidak sering terjadi, aku mulai meniru cerita-cerita amerika dengan tingkat pengetahuan berskala tinggi mereka, tentu saja aku ngawur dalam menulis ceritaku atau analisis bioligi kimiaku, table kimia saja aku tidak hafal penuh, namun kunikmati saja saat-saat seperti itu.
suatu kali ketika salah satu “novel” ku berkeliaran lagi diantara teman-teman, seorang kakak kelas bertanya padaku tentang hobi menulisku, tak kukira ia juga punya hobi yang sama, membaca dan menulis, bahkan ia sudah mengoleksi banyak buku, sementara aku hanya modal pinjam, namun bagaimanapun juga aku selalu berusaha menabung untuk bisa membeli buku, entah itu novel atau yang lainnya. yang menyedihkan, setiapkali aku selesai membacanya dan buku-buku yang kubeli mulai beredar di daftar antrian penjang teman-teman yang meminjam, seringnya buku itu tidak kembali lagi, lagipula sangat sulit mengusutnya, jadi kurelakan saja.

 
kakak kelasku ini, semakin hari semakin akrab denganku, ketika aku menghayalkan sesuatu, aku ceritakan kepadanya, kemudian ia akan mengomentari, ketika ia berkhayal dan berencana menulis sesuatu, iapun akan bercerita kepadaku, kemudian menertawakan khayalan kami. bahkan suatu kali kami pernah bersaing untuk membuat sebuah novel, target kami ketika itu adalah seratus halaman buku tulis, kemudian kami bertaruh siapa diantara kami yang tidak bisa menyelesaikan naskahnya, harus mentraktir satu yang lain makan bakso rudal yang amat terkenal enak, tertu saja taruhan kami kecil ketika itu aku baru kelas satu SMA, kami memulai dengan target tiga bulan, menyadari kegiatan kami di sekolah yang banyak dan ia sudah kelas tiga SMA, sebentar lagi menempuh ujian, setiap hari kami saling meledek karena naskahku sudah tertulis berapa halaman, atau naskahnya yang lebih banyak dariku, hingga hari yang ditentukan datang, kami saling menyerahkan buku yang kami gunakan untuk menulis, pada akhirnya kami tertawa terbahak-bahak karena tidak ada diantara kami yang bisa menyelesaikan naskah kami, kemudian kami pergi beli bakso berdua dan membayar sendiri-sendiri. meski kompetisi pertama kami tidak final, namun sejak saat itu justru kami saling berkompetisi diam-diam.


suatu hari aku hampir menyelesaikan novel fiksi ilmiahku, entah bagaimana beberapa orang senior perempuan kelas tiga membaca ceritaku, aku sedikit kesal karena cerita tersebut belum selesai namun sudah tersebar kemana-mana, kekesalan itu tak berlangsung lama karena kemudian beberapa diantara mereka mendatangiku dan memuji-muji hasil karyaku, lantas kemudian ia mendesakku untuk menyelesaikan novel tersebut, sebenarnya ketika itu aku juga belum mengerti benar apa usahaku sudah memenuhi syarat sebuah novel pada masanya. namun aku girang bukan kepalang, ternyata mereka menyukai tulisanku, rasanya seolah ketika aku mengirimkannya ke penerbit akan sesegera mungkin menjadi best seller, membayangkan saja aku sudah jingkrak-jingkrak. begitu kakak kelas tiga yang amat dekat denganku lulus, aku mulai menulis sendiri, meskipun tidak ada saingan, tidak ada publikasi, aku tetap menulis,
begitu lulus SMA dan aku belum mendapatkan pekerjaan, tak kusadari adikku telah tumbuh besar dan ia sudah kelas V SD, ia sering melihat aku menulis dan kusembunyikan tulisanku ketika ia datang, ketika aku meminjam novel ia juga akan ikut membaca, entah apa yang membuat adikku tertarik, ia juga mulai menulis, menulis cerita anak-anak yang seringkali membuatku tertawa terbahak-bahak karena bahasanya yang masih sangat lucu, terkadang aku teringat karya-karyaku dulu, mungkin bahasa yang kugunakan kurang lebih sama.
adikku sangat semangat menulis, ketika kutanya dia kelak mau jadi apa, ia menjawab akan menjadi pelukis dan penulis, suatu hari kuajak dia menulis sesuatu untuk dikirim ke majalah bobo, aku juga menulis sebuah cerpen yang kukirim ke sebuah majalah. namun sampai hari ini kami tidak mendapat kabar apapun, bahkan kabar naskah yang ditolak, itu pertama kalinya aku mengirimkan karyaku ke media publikasi. meskipun tak ada kabar adikku juga tak menanyakannya.

 
tahun kedua setelah lulus dari SMA aku mendapatkan pekerjaan, selama menganggur aku telah menghasilkan beberapa buku dengan tulisan tanganku, maksud hati ingin mengulang semua tulisanku di rental komputer, justru membuat kepalaku pusing karena harus mencari sampai dimana tulisan tangan yang sudah kusalin di komputer, aku menghentikan menulis ulang. kemudian aku mulai menulis karya baru.
melalui jejaring sosial aku bertemu kembali dengan kakak kelas yang berhobi sama denganku, kami mulai menjalin keakraban seperti kehidupan masa SMA, semua tulisanku yang sudah selesai kukirim padanya untuk meminta komentar dan dibenahi, begitu selesai aku membaca peluang penerbit yang mau menerima naskah softcopy, kubuat synopsis dari novel pertama yang hendak kukirim, kulengkapi semua data yang dibutuhkan, kemudian dengan membaca basmalah ku klik mouse ditulisan kirim melalui email.
sambil menunggu sebulan hingga mendapat jawaban diterima atau tidaknya naskahku oleh penerbit, aku sama sekali blank dan tidak bisa menulis sepatah kata pun, yang kulakukan hanya berdoa sambil berharap cemas semoga naskahku diterima, dalam satu bulan ini aku tidak bisa berbuat apapun bahkan mengkhayalkan sebuah cerita, kemudian email balasan datang dari penerbit, mereka mengatakan belum bisa menerima novelku, sayang sekali mereka tidak memberikan note bagaimana aku bisa memperbaiki tulisanku, kuceritakan hal ini pada kakak kelasku, ia memberiku semangat, kemudian kukatakan dengan hati sendu bahwa ini baru satu kali ditolak. aku memompa semangatku sendiri.


hari berlalu, aku menulis lagi, berharap kali ini salah satu penerbit mau menerima naskah novelku sepanjang 160 halaman, aku mengakui halaman tersebut masih sedikit belum lagi nanti jika di editing, namun aku tak pantang menyerah, kukurimkan lagi naskahku kepada beberapa penerbit setelah sebelumnya kukirimkan pada kakak kelasku untuk dikomentari, ia tidak memberikan banyak komentar, ia hanya memotivasiku untuk terus semangat dan mengatakan kalau aku adalah penulis hebat, girang rasanya hatiku hari itu, dengan semangat empat enam kukirimkan lagi naskah tersebut lengkap dengan persyaratannya.
aku diminta menunggu sebulan lagi, pikiranku sudah sedikit melambung karena terlalu senang dipuji oleh satu orang saja, bisa dikatakan aku terlalu optimis, kali ini aku menulis lagi dalam penantianku, aku masih terlalu senang dan terlalu berharap lebih bahkan belum melihat dimana letak kualitas tulisanku,
jawaban datang, kedua kalinya aku kecewa, novel keduaku ditolak lagi oleh beberapa penerbit yang sama dengan penerbit yang kukirimi novel pertama, ada sedikit perasaan kecewa, ternyata saya belum hebat, kataku dalam hati, memang benar adanya begitu, dalam sebuah kesempatan kuceritakan lagi kejadian kedua ini kepada kakak kelasku. seperti biasanya ia memberikan wejangan dan motivasi.
beberapa hari kemudian aku melihat kakak kelasku ini memposting sebuah buku tentang travelling, sebuah buku yang diisi oleh beberapa penulis, mereka menuliskan cerita dengan tema yang sama, sejenak aku merasa sedih dan iri, dia bahkan sudah menerbitkan buku dengan penulis tersohor negeri, sementara aku belum apa-apa, tadinya ada sedikit rasa kesal, namun setelah beberapa saat aku menyadari bahwa aku perlu terus belajar menulis agar kualitas tulisanku semakin baik. dan kakak kelasku ini bisa menjadi contoh atas kerja keras dan semangat juangnya sehingga impiannya menjadi seorang penulis bisa terwujud, aku ingat sekali lagi belajar berawal dengan meniru, aku yakin aku bisa meniru perjuangannya.
sejenak aku berfikir kenapa tulisanku belum bisa diterima penerbit, kemudian aku beranjak untuk belajar, bergabung dengan teman-teman yang memiliki daya tarik khusus terhadap kepenulisan bisa membantu riset secara bertahap, bisa membantu belajar dengan sangat tepat, aku mulai menjelajah internet untuk belajar, kukatakan pada diriku, aku bisa, kalau ada banyak jalan menuju Roma, kenapa tak ada jalan menjadi seorang penulis hebat. 

 
menulis bukan sekedar untuk berbangga diri, dalam sebuah kalimat aku pernah membaca, menulis untuk meberikan manfaat kepada orang lain, kebaikan yang ada didunia ini terlampau banyak hanya untuk dibanggakan, dengan tulisan kita bisa memberikan manfaat kepada seluruh pelosok kehidupan tanpa melukai satu atau dua bagian. menulis sama dengan memberikan warisan, jika kita menulis hal baik, maka kita mewariskan kebaikan. semangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar