bismillahirrohmanirrohim
ingin jadi penulis
pak
guru berdiri di depan kelas, beliau selesai menuliskan sepuluh
pertanyaan mata pelajaran IPA di kelas 5, aku sudah paling awal
menyelesaikan menulis soal, entah kenapa aku selalu menulis dengan
cepat, sehingga tulisanku tampak jelek dan awut-awutan, begitu selesai
mengerjakan semua pertanyaan tersebut segera kututup bukuku dengan
semangat, ada pekerjaan lain yang harus segera kuselesaikan, berlagak
seperti orang dewasa. dengan teman sebangku yang memiliki hobi yang
kurang lebih sama, aku mengeluarkan beberapa lembar kertas sobekan buku
tulis kosong yang masih utuh, kupotong menjadi beberapa bagian dan ku
staples agar tampak seperti buku, memang aku berfikir membuat buku
kecil-kecil dari buku bekas yang masih kosong sisa tahun ajaran yang
lalu di kelas empat.
kemarin
aku baru saja mengulang menonton VCD film kartun yang digemari
anak-anak,judulnya sangat familiar, Cinderella. Entah darimana pula aku
tiba-tiba mendapat wangsit untuk menulis ulang cerita dari film
tersebut, dengan harapan teman-teman sekelas akan melihat dan membaca
cerpenku, kemudian aku bisa berbangga diri karena sukses menulis sebuah
cerpen yang bagus, tanpa kutahu ketika aku dewasa nanti hal-hal yang
bersangkutan dengan meniru bisa saja disebut plagiat, meski bagaimanapun
ternyata kita belajar dengan meniru, semasa kecil aku tidak berfikir
sampai disana, yang kuinginkan aku hanya tampak hebat diantara
teman-teman lain yang mungkin tidak bisa menulis cerpen, lagipula, belum
banyak anak-anak pada masaku yang suka melakukan hal sama sepertiku
atau teman sebangkuku.
buku
kecil yang berasal dari daur ulang buku bekasku tersebut kutempel
dengan gambar seorang putri cantik dari mainan baby doll kertas yang
sudah sedikit lusuh, dalam sehari buku yang berisi beberapa lembar
cerita yang sangat ringkas itu sudah keliling kelas dan hampir semua
teman perempuan membacanya, aku sengaja tidak mengizinkan teman
laki-laki membaca tulisanku karena mereka memiliki kebiasaan meledek
apapun karya orang lain, dan hampir sebagian besar atau-rata-rata mereka
semua sama, karena keberhasilan hari itu, aku semakin rajin mencari
buku bekas kelas empat untuk dijadikan buku cerpen kecil dan kuedarkan
keseluruh anak perempuan di kelas, selain menulis ulang cerita yang
kutonton, terkadang aku menulis ulang cerita yang pernah kubaca di
majalah atau dikoran, semakin hari aku kemudian menulis ceritaku
sendiri, cerita anak-anak yang klise dan polos, masih dengan buku-buku
kecil.
ketika
naik kelas VI sekolah dasar, aku memiliki seorang adik sehingga sejak
saat itu aku memiliki kamar sendiri pula, aku menjadi anak goa, waktuku
sering kuhabiskan dikamar yang terkunci untuk berkhayal dan menulis, dan
kemudian aku mulai menabung untuk membeli buku diary, di kelas VI aku
mulai menulis puisi, aku membeli sebuah buku agenda pramuka siaga, yang
kugunakan untuk menampung puisi-puisi generasi pertamaku, entah kemana
buku itu sekarang berada.
kebiasaan
tersebut berlanjut hingga ke SMP, aku mulai menulis di buku yang
benar-benar buku, bukan buku bekas yang kupotong kemudian ku staples,
ini benar-benar buku seperti yang kugunakan untuk menulis pelajaran
sekolah, satu-persatu buku dengan tulisan
tanganku terbit dan beredar, sembari menulis aku mulai merapikan bentuk
tulisanku agar enak dibaca, aku serasa menjadi penerbit dan distributor
untuk karya-karyaku sendiri, di SMP aku mulai berani menempelkan
puisi-puisiku di mading sekolah, dibaca orang banyak, sekalipun begitu
aku memiliki ketakutan luar biasa yaitu diledek, aku selalu khawatir
karyaku akan diledek orang lain, dan hal tersebut terjadi setiap kali
tanganku selesai menempelkan kertas milikku sendiri di mading, sampai
suatu hari, seorang yang entah tidak kuketahui mengisengi karyaku hingga
tampak memalukan nangkring di mading sekolah, aku benar-benar malu
ketika itu, segera ku lepas puisiku dari mading. karena kesal dan benci
pada pekerjaan sia-sia orang ini, di hari-hari selanjutnya aku semakin
gencar menulis dan menempelkan karyaku di mading, bahkan aku juga mulai
menulis kritikan-kritikan pedas untuk orang-orang yang sentiment
terhadap karya orang lain, sejak saat itu aku sama sekali tidak takut
untuk diledek, aku selalu bisa membela diri dengan argumenku tentang apa
yang kutulis dan kupublikasikan.
lulus
dari SMP dan masuk ke SMA, aku mulai memperhatikan film-film action
amerika dan fiksi sains, semacam cloning dan membuat virus-virus baru,
juga tentang pembunuhan dan lain sebagainya, ketika masa liburan,
seringkali aku begadang hingga subuh untuk menonton film di televisi,
sekalipun itu bukan kebiasaan yang baik, bahkan seringkali ketika sedang
asyik-asyiknya nonton ayahku terbangun dan dengan santainya beliau
mencabut kabel televisi tanpa mematikannya terlebih dahulu, meskipun ada
perasaan kesal namun aku tak berani melawan, aku harus segera melarikan
diri ke kamar dan sembunyi dibalik selimut, beruntungnya hal terseut
tidak sering terjadi, aku mulai meniru cerita-cerita amerika dengan
tingkat pengetahuan berskala tinggi mereka, tentu saja aku ngawur dalam
menulis ceritaku atau analisis bioligi kimiaku, table kimia saja aku
tidak hafal penuh, namun kunikmati saja saat-saat seperti itu.
suatu
kali ketika salah satu “novel” ku berkeliaran lagi diantara
teman-teman, seorang kakak kelas bertanya padaku tentang hobi menulisku,
tak kukira ia juga punya hobi yang sama, membaca dan menulis, bahkan ia
sudah mengoleksi banyak buku, sementara aku hanya modal pinjam, namun
bagaimanapun juga aku selalu berusaha menabung untuk bisa membeli buku,
entah itu novel atau yang lainnya. yang menyedihkan, setiapkali aku
selesai membacanya dan buku-buku yang kubeli mulai beredar di daftar
antrian penjang teman-teman yang meminjam, seringnya buku itu tidak
kembali lagi, lagipula sangat sulit mengusutnya, jadi kurelakan saja.
kakak
kelasku ini, semakin hari semakin akrab denganku, ketika aku
menghayalkan sesuatu, aku ceritakan kepadanya, kemudian ia akan
mengomentari, ketika ia berkhayal dan berencana menulis sesuatu, iapun
akan bercerita kepadaku, kemudian menertawakan khayalan kami. bahkan
suatu kali kami pernah bersaing untuk membuat sebuah novel, target kami
ketika itu adalah seratus halaman buku tulis, kemudian kami bertaruh
siapa diantara kami yang tidak bisa menyelesaikan naskahnya, harus
mentraktir satu yang lain makan bakso rudal yang amat terkenal enak,
tertu saja taruhan kami kecil ketika itu aku baru kelas satu SMA, kami
memulai dengan target tiga bulan, menyadari kegiatan kami di sekolah
yang banyak dan ia sudah kelas tiga SMA, sebentar lagi menempuh ujian,
setiap hari kami saling meledek karena naskahku sudah tertulis berapa
halaman, atau naskahnya yang lebih banyak dariku, hingga hari yang
ditentukan datang, kami saling menyerahkan buku yang kami gunakan untuk
menulis, pada akhirnya kami tertawa terbahak-bahak karena tidak ada
diantara kami yang bisa menyelesaikan naskah kami, kemudian kami pergi
beli bakso berdua dan membayar sendiri-sendiri. meski kompetisi pertama
kami tidak final, namun sejak saat itu justru kami saling berkompetisi
diam-diam.
suatu
hari aku hampir menyelesaikan novel fiksi ilmiahku, entah bagaimana
beberapa orang senior perempuan kelas tiga membaca ceritaku, aku sedikit
kesal karena cerita tersebut belum selesai namun sudah tersebar
kemana-mana, kekesalan itu tak berlangsung
lama karena kemudian beberapa diantara mereka mendatangiku dan
memuji-muji hasil karyaku, lantas kemudian ia mendesakku untuk
menyelesaikan novel tersebut, sebenarnya ketika itu aku juga belum
mengerti benar apa usahaku sudah memenuhi syarat sebuah novel pada
masanya. namun aku girang bukan kepalang, ternyata mereka menyukai
tulisanku, rasanya seolah ketika aku mengirimkannya ke penerbit akan
sesegera mungkin menjadi best seller, membayangkan saja aku sudah
jingkrak-jingkrak. begitu kakak kelas tiga yang amat dekat denganku
lulus, aku mulai menulis sendiri, meskipun tidak ada saingan, tidak ada
publikasi, aku tetap menulis,
begitu
lulus SMA dan aku belum mendapatkan pekerjaan, tak kusadari adikku
telah tumbuh besar dan ia sudah kelas V SD, ia sering melihat aku
menulis dan kusembunyikan tulisanku ketika ia datang, ketika aku
meminjam novel ia juga akan ikut membaca, entah apa yang membuat adikku
tertarik, ia juga mulai menulis, menulis cerita anak-anak yang
seringkali membuatku tertawa terbahak-bahak karena bahasanya yang masih
sangat lucu, terkadang aku teringat karya-karyaku dulu, mungkin bahasa
yang kugunakan kurang lebih sama.
adikku
sangat semangat menulis, ketika kutanya dia kelak mau jadi apa, ia
menjawab akan menjadi pelukis dan penulis, suatu hari kuajak dia menulis
sesuatu untuk dikirim ke majalah bobo, aku juga menulis sebuah cerpen
yang kukirim ke sebuah majalah. namun sampai hari ini kami tidak
mendapat kabar apapun, bahkan kabar naskah yang ditolak, itu pertama
kalinya aku mengirimkan karyaku ke media publikasi. meskipun tak ada
kabar adikku juga tak menanyakannya.
tahun
kedua setelah lulus dari SMA aku mendapatkan pekerjaan, selama
menganggur aku telah menghasilkan beberapa buku dengan tulisan tanganku,
maksud hati ingin mengulang semua tulisanku di rental komputer, justru
membuat kepalaku pusing karena harus mencari sampai dimana tulisan
tangan yang sudah kusalin di komputer, aku menghentikan menulis ulang.
kemudian aku mulai menulis karya baru.
melalui
jejaring sosial aku bertemu kembali dengan kakak kelas yang berhobi
sama denganku, kami mulai menjalin keakraban seperti kehidupan masa SMA,
semua tulisanku yang sudah selesai kukirim padanya untuk meminta
komentar dan dibenahi, begitu selesai aku membaca peluang penerbit yang
mau menerima naskah softcopy, kubuat synopsis dari novel pertama yang
hendak kukirim, kulengkapi semua data yang dibutuhkan, kemudian dengan
membaca basmalah ku klik mouse ditulisan kirim melalui email.
sambil
menunggu sebulan hingga mendapat jawaban diterima atau tidaknya
naskahku oleh penerbit, aku sama sekali blank dan tidak bisa menulis
sepatah kata pun, yang kulakukan hanya berdoa sambil berharap cemas
semoga naskahku diterima, dalam satu bulan ini aku tidak bisa berbuat
apapun bahkan mengkhayalkan sebuah cerita, kemudian email balasan datang
dari penerbit, mereka mengatakan belum bisa menerima novelku, sayang
sekali mereka tidak memberikan note bagaimana aku bisa memperbaiki
tulisanku, kuceritakan hal ini pada kakak kelasku, ia memberiku
semangat, kemudian kukatakan dengan hati sendu bahwa ini baru satu kali
ditolak. aku memompa semangatku sendiri.
hari
berlalu, aku menulis lagi, berharap kali ini salah satu penerbit mau
menerima naskah novelku sepanjang 160 halaman, aku mengakui halaman
tersebut masih sedikit belum lagi nanti jika di editing, namun aku tak
pantang menyerah, kukurimkan lagi naskahku
kepada beberapa penerbit setelah sebelumnya kukirimkan pada kakak
kelasku untuk dikomentari, ia tidak memberikan banyak komentar, ia hanya
memotivasiku untuk terus semangat dan mengatakan kalau aku adalah
penulis hebat, girang rasanya hatiku hari itu, dengan semangat empat
enam kukirimkan lagi naskah tersebut lengkap dengan persyaratannya.
aku
diminta menunggu sebulan lagi, pikiranku sudah sedikit melambung karena
terlalu senang dipuji oleh satu orang saja, bisa dikatakan aku terlalu
optimis, kali ini aku menulis lagi dalam penantianku, aku masih terlalu
senang dan terlalu berharap lebih bahkan belum melihat dimana letak
kualitas tulisanku,
jawaban
datang, kedua kalinya aku kecewa, novel keduaku ditolak lagi oleh
beberapa penerbit yang sama dengan penerbit yang kukirimi novel pertama,
ada sedikit perasaan kecewa, ternyata saya belum hebat, kataku dalam
hati, memang benar adanya begitu, dalam sebuah kesempatan kuceritakan
lagi kejadian kedua ini kepada kakak kelasku. seperti biasanya ia
memberikan wejangan dan motivasi.
beberapa
hari kemudian aku melihat kakak kelasku ini memposting sebuah buku
tentang travelling, sebuah buku yang diisi oleh beberapa penulis, mereka
menuliskan cerita dengan tema yang sama, sejenak aku merasa sedih dan
iri, dia bahkan sudah menerbitkan buku dengan penulis tersohor negeri,
sementara aku belum apa-apa, tadinya ada sedikit rasa kesal, namun
setelah beberapa saat aku menyadari bahwa aku perlu terus belajar
menulis agar kualitas tulisanku semakin baik. dan kakak kelasku ini bisa
menjadi contoh atas kerja keras dan semangat juangnya sehingga
impiannya menjadi seorang penulis bisa terwujud, aku ingat sekali lagi
belajar berawal dengan meniru, aku yakin aku bisa meniru perjuangannya.
sejenak
aku berfikir kenapa tulisanku belum bisa diterima penerbit, kemudian
aku beranjak untuk belajar, bergabung dengan teman-teman yang memiliki
daya tarik khusus terhadap kepenulisan bisa membantu riset secara
bertahap, bisa membantu belajar dengan sangat tepat, aku mulai
menjelajah internet untuk belajar, kukatakan pada diriku, aku bisa,
kalau ada banyak jalan menuju Roma, kenapa tak ada jalan menjadi seorang
penulis hebat.
menulis
bukan sekedar untuk berbangga diri, dalam sebuah kalimat aku pernah
membaca, menulis untuk meberikan manfaat kepada orang lain, kebaikan
yang ada didunia ini terlampau banyak hanya untuk dibanggakan, dengan
tulisan kita bisa memberikan manfaat kepada seluruh pelosok kehidupan
tanpa melukai satu atau dua bagian. menulis sama dengan memberikan
warisan, jika kita menulis hal baik, maka kita mewariskan kebaikan.
semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar