Selasa, 22 April 2014

°KAMAR RAHASIA° Penulis: Ummu Zakiyah

°KAMAR RAHASIA°
Penulis: Ummu Zakiyah

Ini Rahasia! Hanya aku, Mas Bima dan Tuhan yang tahu apa yang terjadi di kamar ini. Aku menamainya Kamar Rahasia, setidaknya sampai aku menceritakan pada khalayak, sekarang.
Seperti biasa, hari ini setelah puas berkasih-kasihan, kami keluar dari kamar rahasia dan langsung menuju ke tempat nongkrong, yang kebanyakan dikunjungi oleh anak-anak muda.
Karena sering mampir ke tempat ini, tak sedikit dari mereka yang mengenal aku dan Mas Bima. Kadangkala ada yang cemburu melihat kelanggengan hubungan kami, atau mengira kami telah menikah.
Setahun terakhir, di kamar rahasia inilah, aku sering berbagi kisah dengan Mas Bima. Pertemuan yang sering itu, membuat aku merasa bahwa ia adalah lelaki yang paling bisa mengerti, membuat tersenyum bahkan tertawa dengan ceritanya yang seabrek.
Kebersamaan dengannya, menyuburkan benih-benih kasih sayang di antara kami. Sungguh, aku suka caranya menyayangi, apalagi bila ia memanjakanku layaknya anak kecil.
Ia tak pernah bosan mendengar ceritaku, dari yang penting sampai yang tidak bermutu sama sekali. Kedewasaannya mampu luluhkan hati, ia juga tahu berlaku bijak saat aku ngambek. Dan paling bisa mengingatkan, bila aku malas melakukan banyak hal penting dalam hidupku.
Ah..., pokoknya aku suka cara Mas Bima menyayangi.
***
Pukul 08.00 pagi. Biasanya Mas Bima sudah ada di toko aksesoris kendaraan miliknya. Dan sebentar lagi ia pasti akan menelpon atau mengirim pesan, sekedar menyampaikan bila agak sibuk atau membuat janji untuk bertemu, di kamar rahasia kami.
Tiba-tiba beep handphone-ku berbunyi, pasti SMS dari Mas Bima. Benar saja mataku langsung berbinar dengan senyum merekah.
Buru-buru aku membukanya, tapi seketika..., mataku terbelalak tatkala melihat deretan kalimat yang baru saja terbaca. Badan lemas, rasanya bagai tak bertenaga.
Kueja lagi deretan kata-kata itu, "Mbak!! Tolong jangan ganggu keluarga kami. Mas Bima, laki-laki yang Mbak pacari itu suami saya. Anak kami sudah dua dan masih kecil-kecil. Tolong Mbak jauhi suami saya!!"
Sulit mempercayai sms ini, tidak mungkin lelaki yang begitu kharismatik di mataku itu, berbohong. Bisa saja ini kerjaan temannya yang lagi iseng mainin HP Mas Bima.
Tapi di sisi lain, hati tetap curiga bahwa SMS ini benar adanya. Aku menghela nafas panjang, menekuri lantai rumah, sambil menopangkan kedua telapak tangan ke kepala.
Ingatan tentang Mas Bima kembali menari-nari di ruang pikir. Arrgh...!!! Rasanya tak ingin ada yang merebut kebahagiaanku, dengannya.
Tak terasa bendungan air mata jebol dan mengalirkan cairan bening yang hangatkan pipi.
Aku harus klarifikasi. Keadaan ini tidak bisa membuatku terombang-ambing dalam gelombang rasa tak bertepi.
Segera kuraih handphone. Dan dengan perasaan kacau, aku baca lagi SMS tadi, lalu segera menuliskan balasan.
"Maaf, ini siapa ya? Tolong bercandanya jangan kelewatan." -Message Sent- Tulisan dari layar hp menandakan bahwa SMS telah terkirim.
Sejurus kemudian, bunyi beep menyadarkanku dari lamunan.
"Saya istrinya Mas Bima. Dan saya sama sekali tidak bercanda."
Kurasakan hati ini berdesir dan benar-benar hancur berantakan. Aku hanya bisa mendekap dada, saat kesakitan hebat, tiba-tiba menyergap tanpa ampun.
Lalu sebuah SMS kembali menyambangi HP-ku.
"Maaf ya Mbak, saya pernah mendapati SMS mbak yang isinya kata-kata mesra. Saya bisa maklum, mungkin Mbak belum tahu kalau Mas Bima sudah menikah. Makanya saya protes ke suami dan ia berjanji untuk tidak melakukan ini lagi. Tapi ternyata, saya kembali menemukan SMS serupa dari nomor Mbak, saat tadi pagi handphone yang satu ini ketinggalan di rumah. Setelah saya beritahu ke Mbak, tolong jangan berusaha lagi merebut suami orang!!"
Sempurna! SMS kali ini, benar-benar membuatku seolah tak lagi memijak bumi. Menyakitkan!
Seharian, aku hanya berkutat dengan air mata. Aku menyangka Mas Bima adalah orang yang tepat. Bisa mengangkat dari keterpurukan hati, tapi kenapa pula kejadiannya harus seperti ini?
Beberapa kali Mas Bima, mencoba menghubungiku dari nomor ponsel-nya yang lain, tapi tak pernah kuangkat. Sakit rasanya, sudah dibohongi habis-habisan seperti ini.
Tubuhku melemah, boleh jadi karena hingga menjelang malam, belum secuil makanan pun melalui tenggorokan. Entah sudah berapa SMS yang dikirim Mas Bima, menunjukkan kekuatirannya, tapi tak satu pun yang aku balas.
Malam ini, aku ingin menelpon dan mengajak Mas Bima ke kamar rahasia. Menanyakan langsung, mengenai kebenaran SMS yang dikirim tadi pagi, oleh perempuan yang mengaku istri, lelaki yang belakangan ini mengisi hari-hariku, dengan keceriaan.
Tapi baru saja aku hendak menelpon, tiba-tiba handphone-ku berdering, rupanya dari Mas Bima. Lamat-lamat kudengar suaranya mengawali pembicaraan.
"Halo, Sayang... lagi apa nih," berselang beberapa detik, aku tak mengeluarkan suara. Ia kembali bertanya menyelidik.
"Sayang, kok diem, sih?"
"Mas, udah baca belum SMS keluar dari HP satunya?" aku menimpali pertanyaannya dengan nada datar.
"Belum. Emang ada apa sih, Sayang?"
"Mas, liat sendiri aja." Suaraku agak ketus.
"HP-nya kan ketinggalan di rumah. Dan malam ini, aku nginap di toko, Sayang. Ntar ada barang yang masuk."
"Hmm..." Aku hanya bisa menggumam pelan, lalu memutuskan untuk menceritakan peristiwa siang tadi.
Tapi Mas Bima malah terkekeh, lalu berkata.
"Rara, Sayangku. Inget nggak, dulu Mas pernah ngasih tahu ke kamu, kalau mama mau menjodohkan aku dengan gadis pilihannya. Nah, boleh jadi SMS tadi hanya akal-akalan mama, biar kamu jauhin aku. Rara percaya mana, SMS yang Rara baca tadi pagi atau sama Mas?"
Hatiku melunak dan mencoba untuk lebih mempercayai kekasihku, daripada SMS yang aku baca tadi pagi. Apalagi harapan terbesarku adalah, Mas Bima tetap menjadi pacar terbaik yang tetap sayang padaku.
"Mas, sekarang juga aku tunggu di kamar rahasia, ya."
"Mas nggak bisa sekarang, sayang. Lagi agak sibuk nih. Gimana kalau kita ketemuan besok, sepulang kamu ngampus. Sayang, jangan mikir macem-macem, inget rencana besar kita kedepan. Malam ini istirahat aja dulu ya. Besok siang, kita ketemu di tempat biasa, kamar rahasia, Okey."
"Iya, Mas."
"Love you so much my Rara, Muuahh."
"Love you too, my Bima." Seperti biasa telponan diakhiri dengan ritual ekspresi, yang bisa membuat aku terbuai. Malam ini kebahagiaan bertandang ke hatiku. Senyuman, sambut aku lagi!
Setelah mengikuti perkuliahan terakhir hari ini, aku segera teringat janji bertemu dengan Mas Bima di tempat biasa. Wajahku sumringah, kamar rahasia, tunggu aku ya.
Karena kegerahan, aku melepaskan baju luar dan hanya menggunakan kaos. Sambil ngadem, aku menunggu kekasihku yang sebentar lagi menemuiku di sini, di kamar ini.
Tak berselang lama, Mas Bimaku datang dan selanjutnya tak perlu aku ceritakan, kebahagiaan seperti apa yang meliputi hati kami, saat ini!
***
Sepulang dari kampus, kuhempaskan badan ke kasur lalu mengambil HP dari saku jeans. Tiba-tiba ada panggilan masuk dari nomor tak bernama, aku mengangkatnya lalu sejurus kemudian...
"Rara!! Harus berapa kali sih aku ingatkan, kalau Mas Bima itu suamiku."
Selanjutnya kata-kata ketus, yang menurutku terlalu sadis, segera berentetan dari suara perempuan di seberang. Aku hanya bisa terhenyak, lalu secepatnya memutuskan panggilan. Hatiku panas mendengar tuduhannya.
Beberapa kali ia menelpon, tapi tidak kuhiraukan. HP aku diamkan lalu menenggelamkan wajah ke bantal. Pikiranku menerawang tak tentu arah.
Kulirik lagi HP yang tergeletak, notifikasi 15 kali panggilan tak terjawab dan 1 SMS muncul di layarnya. Karena penasaran aku membuka kotak masuk pesan.
"Dasar perempuan murahan!!!
Perempuan nggak tahu diri!!!
Udah dibilangin, masih aja ganggu suami orang. Sekali lagi saya ingatkan ya, jangan ganggu suami saya, perempuan ganjen!!!
Pengganggu rumah tangga orang!!!"
Sungguh, kalimat itu membuat darahku mendidih. Aku tak terima, seenaknya saja dia mengatai aku seperti itu.
Kali ini aku benar-benar marah, segera ku tekan kembali nomor yang tadi menghubungiku.
Tanpa basa-basi, kusemburkan kata-kata yang tak kalah ketus ke telinganya.
"Kamu, kalau nuduh orang kira-kira dong!! Suamimu tuh yang ganjen. Dia yang terus-terusan menggoda aku." Aku tak lagi memanggilnya Mbak.
"Hei, jaga mulutmu ya!! Awas aja, aku samperin ke tempatmu, baru tahu rasa kamu, perempuan jalang!!"
"Introspeksi diri dong, jangan-jangan kamu yang tidak tau menjaga diri, sampai suami cari perempuan lain." Suara ketusku tak mau kalah.
"Bukan urusanmu!!!" Teriakannya benar-benar memekakkan telinga. Segera kumatikan HP, lalu menghempaskannya ke kasur.
Hhh... Aku kembali cengeng! Hari ini sungguh melelahkan bagiku, seharian dijejali dengan tugas kampus yang seabrek, sampai ke rumah aku malah dapat telepon yang menyakitkan.
Masalah apa lagi yang akan aku hadapi, Tuhan! Di usiaku yang baru saja menjelang seperempat abad ini.
"Jangan hubungi aku lagi Mas Bima, simpan semua kebohonganmu dan urus saja Istrimu yang super bawel itu." Segera kukirim pesan yang baru saja selesai aku ketik, ke nomor handphone Mas Bima.
Entah berapa kali Mas Bima menghubungiku, tapi aku tak ingin meladeninya. Sampai akhirnya HP-ku diam. Sepi, sesepi duniaku!
Tak berapa lama, dalam kepenatan jiwa, lamat-lamat aku membaca SMS Mas Bima yang baru saja masuk.
"Rara sayang, Tolong maafkan Mas, ya. Mas baru menyadari... cepat atau lambat, kebohongan ini pasti akan terbongkar. Mungkin, sekarang saatnya berkata jujur. Mas benar telah menikah, tapi entah kenapa kehadiranmu memberikan nuansa baru dalam hidup. Rara sayang, Mungkin ini permohonan terakhir padamu. Please Ra, temui Mas sekarang di kamar rahasia. Mas sayang sama Rara! I will miss you so much, Baby!!"
"Gombaaalll...!!! Persetan dengan sayang!!!"
Teriakanku nyaris mengalahkan gemuruh hujan di luar, yang disertai deru angin. Tangisan pun kembali luruh membasahi bumi.
Segera aku login ke MF-SUIT, sebuah sosial media, tempat aku dan Mas Bima berkenalan, serta bertemu hampir setiap hari.
Kuketik beberapa kalimat, sebelum akun Mas Bima benar-benar aku blokir.
Mas Bima, terimakasih atas pelajaran hidup yang telah Mas berikan. Mungkin ini curhatan terakhirku.
Maafkan aku Mas. Ingin juga kukatakan sesuatu padamu. Sebenarnya akupun telah menikah, tapi satu tahun ini, harus berjuang menghadapi suami yang kerap meluruhkan duniaku, hingga ke titik nadir paling bawah. Lalu kehadiranmu dalam hidupku, bagaikan oase di padang pasir.
Caramu mencintai, mampu melambungkan duniaku, tapi itu dulu. Sebelum aku tahu kalau kamu pun PEMBOHONG!
Maaf akunmu dan kamar rahasia kita, setelah ini aku BLOKIR!!!
SELAMAT TINGGAL, MAS BIMA!!"
That's my life.
"Biarkan aku menjadikan cerita ini, sebagai pembelajaran untuk kisah cintaku, selanjutnya," gumamku dalam hening.
*The End
Note: Cerita ini hanya fiktif, jika ada kesamaan nama, tempat dan kejadian. Hal itu diluar kesengajaan penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar