Jumat, 21 Maret 2014

SERPIHAN MATA KEDUA

SERPIHAN MATA KEDUA
WALI KELAS 1-7 Bersama Ramaditya Adikara
"Kesempurnaan adalah sesuatu yang membosankan walau kita semua menginginkannya, sesungguhnya ia adalah ironi kehidupan yang paling tidak penting dan tidak perlu kita capai." W SOMERSET MAUGHAM
SMA 67
Rapat sudah selesai, aku diputuskan menjadi wali kelas 1-7. Kepala sekolah mengatakan bahwa salah satu murid di kelasku adalah penyandang tunanetra. Aku cukup kaget juga bingung, Bagaimana ia akan menjalani pelajaran di kelas nantinya? Sebagai wali kelas, tentu aku harus adil, aku tidak sabar lagi bertemu dengannya, besok adalah hari pertama anak itu di sekolah ini.
Saat upacara berlangsung, ana-anak berhamburan, sepertinya ada insiden di luar sana. sebelum upacara menjadi kacau kepala sekolah mengingatka anak-anak untuk tetap tenang.
Ridwan penjaga sekolah sudah membimbing anak laki-laki kebarisan kelas 1-7, melihat penampilan dan wajahnya yang meringis, aku curiga dialah anak tunanetra itu.
Setelah upacara selesai, seluruh siswa kembali berhamburan. Aku bergegas mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi? aku tidak mendapati anak itu di tempatnya. Penjaga sekolah yang kutanyai rupanya tidak melihatnya lagi. Well kuputuskan untuk kembali ke ruanganku dan mengambil tas lalu segera menuju ke kelas.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, anak baru ini sudah sejak tadi berebut kursi, kelihatan saat aku memasuki ruangan, masih ada anak yang kebingungan mau duduk di mana?
"Selamat pagi anak-anak!" sementara mataku menjelajah ruangan mencari anak tunanetra itu.
"Paagiii, Pak!!!"
"Nama saya Pak Latief wali kelas ini. Insha Allah, saya yang akan membimbing kalianselama di kelas satu."
"Salam kenal Pak Latief!" sahut anak-anak hampir serentak.
"Baik! langsung saja , ya! sekarang kalian maju satu-satu ke depan dan perkenalkan nama kalian!"
Maka satu- demi satu anak-anak mulai maju memperkenalkan dirinya
"Namaku Amelia, Aku Anak dokter, ayahku ingin aku menjadi dokter walaupun sebenarnya aku ingin menjadi Aktris."
Gemuruh tepuk tangan menggema ke seluruh ruangan.
"Namaku Dodo, Aku suka makan......" seisi kelas tertawa termasuk aku wkwkwkwk. Melihat tubuhnya yang melar ditambah yang dikatakannya cukup menggelitik.
"Tenang-tenang-tenang! selanjutnya!"
"Nama saya Rama, seperti teman-teman lihat saya adalah seorang tunanetra, say buta sejak kecil, tapi tetap ingin hidup seperti mereka yang sempurna matanya, saya ingin bekerja, sekolah dan punya cita-cita sehebat kalian yang melihat, mohon bantuan dan bimbingannya, ya teman-teman."
Akhirnya aku bisa melihat sosok anak itu. Rasa penasaranku terobati. Secara psikologis anak ini tak bisa dianggap remeh. Apa yang baru saja ia ucapkan menunjukkan semangat dan kepercayaan dirinya.
Kulihat anak-anak terkagum-kagum dengan pemaparan Rama. Setelah semua selesai, aku pun mulai menghafal beberapa nama.
Aku tahu tidak mudah menjalani kehidupan dengan mata tertutup, istriku awalnya penyandang tunanetra, tetapi berkat semangatnya, ia bisa kembali normal. Sejujurnya kau kadang tidak percaya pada kebetulan tapi inilah adanya.
Sejak saat itu, aku meminta Ridwan penjaga di sekolah ini untuk mengawasi Rama, jangan sampai ia melikai hidungnya lagi.
Setiap hari aku memperhatikannya, anak ini cepat bergaul, aku tidak tahu persis bagaimana ia menjalani hari-harinya? tetapi jika ia mampu berbaur dengan kawannya, kuharap tidak banyak masalah yang ia hadapi.
Aku juga berharap dengan kehadirannya di sini bisa membawa pengaruh positif bagi teman-temannya. dilua daripada itu semua kami berharap suatu hari ia bisa mengharumkan nama sekolah.
Aku mulai menyelidiki bagaimana ia belajar di sekolah umum seperti ini. beberapa guru memberi laporan positif dan ada juga yang gerah dengan suara yang dihasilkan oleh alat tulisnya.
Beberapa kali aku mendapatinya hampir jatuh, tapi aku membiarkannya karena pada akhirnya ia selalu bisa menjaga keseimbangannya. sejak saat itu rasa khawatirku mulai berkurang.
Aku juga selalu menanyakan kepada Ardan, teman sebangkungaya tentang perkembangan Rama, ia memberi tahuku cara sahabatnya itu mengenali orang hanya dengan membaui dan mendeteksi suaranya.
Sampai pada suatu hari aku mendapatinya termenung, aku seperti melihat istriku di masa-masa sulitnya dahulu, entah apa yang membawaku mendekatinya,
"Anakku Rama," ia sedikit kaget "maafkan Bapak nak! ada satu kecantikan yang bapak tahu. itu adalah hadiah terbesar di antara semua hadiah yaitu, belajar menerima dirimu sendiri, ketidaksempurnaan, cacat, dan semuanya. Kecantikan yang benar-benar berarti ada di dalam hati kita, jiwa kita, sanubari kita. Karena jika kau mencintai apa yang ada di dalam kau akan mencintai apa yang ada di luar." Seketika aku melihat Rama bertenaga kembali.
Aku tidak tahu, apakah yang kukatakan sesuai dengan masalahnya atau tidak? tetapi instingku menuntunku untuk terusak membisikkan kalimat-kalimat penyemangat seperti yang kulakukan pada istriku dahulu.
"Kau tahu nak, tokoh faforit istriku Helen Keller pernah berkata dalam masa-masa sulitnya, karakter tak dapat berkembang dalam kemudahn dan kesunyian, hanya melalui perjalanan mengatasi ujian hidup dan menderitalah jiwa menjadi kuat, ambisi tercipta dan sukses diraih."
THE END! http://matahatikedua.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar